Senin, 14 Januari 2013

Cerpen



Terompet Tahun Baru

oleh Muhammad Shirojudin (Guru Keislaman)


Langit tiba-tiba menjadi gelap. Awan mendung berarak menyelimuti kota mojokerto. Angin yang semula semilir, berubah menjadi agak kencang. Para pengendara motor  sudah ada yang mulai memakai jas hujan. Yaa… rintik hujan sudah turun satu demi satu membasahi jalanan kota.
Aku memacu motor menyusuri jalanan kota untuk mencari apotek yang menjual obat yang sesuai contoh kemasan yang diberikan oleh mbok (=panggilan untuk nenekku). Sudah tiga apotek aku datangi tapi tak satupun yang menjual obat yang kemasannya mirip dengan yang kubawa. Aku tidak berani mengganti pilihan obat lain walau tadi juga direkomendasikan oleh karyawan apotek.
Kata si mbak karyawan, “khasiat obatnya sama untuk menanggulangi sakit asam urat, ini yang terbaru lho mas, baru datang tadi pagi”, setengah promosi.
Memang beginilah resiko orang kecil. Kalau sudah cocok dengan satu obat, maka akan enggan untuk beralih ke obat yang lain. Taruhannya terlalu besar. Kalau cocok yaa syukur Alhamdulillah, tapi kalau tidak cocok maka akan bertambah parah penyakitnya. Dan itu sama dengan tambahan biaya yang akan semakin membengkak. Padahal jangankan untuk tambahan biaya berobat, untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari saja masih keteteran. Lha… untuk obat ini saja bukan dari resep dokter langsung, hanya saja dulu pernah periksa ke bidan desa, dikasih obat, terasa manjur, maka seterusnya kemasan obat tersebut dijadikan ”resep” untuk keluhan yang sama selanjutnya.
 “Wah gimana nih, obat untuk asam urat mbok belum dapat, tapi kayaknya sudah mau turun hujan. Padahal aku dah janji sama cero untuk bakar jagung bersama jelang pergantian tahun nanti malam”, pikirku.
“Janji adalah hutang”. Itulah kata-kata yang biasa meluncur begitu saja dari bibir mungil putraku menirukan ucapan umminya. Kalimat itulah yang terus membayangi benakku. Bagaimana aku bisa menepati janjiku dalam keadaan hujan seperti ini. Obat belum kudapatkan dan aku juga belum ke pasar untuk membeli jagung dan arang. Belum lagi pesanan istriku untuk dibelikan bahan olesan jagung rasa pedas manis. Ahhh….
Janji inilah yang membuatku masih bersemangat memacu motorku meski berbasah-basahan karena tadi lupa tidak membawa jas hujan. Aku sudah bertekad, walau bagaimanapun aku berusaha menepati janji, terutama janji kepada anak. Aku adalah contoh baginya. Pemimpin keluarga. Dan seorang pemimpin itu tidak boleh banyak berjanji, namun sekali berjanji maka harus ditepati.
Setelah sekian lama mencari, akhirnya kutemukan juga apotek yang menjual obat untuk mbok diujung kota dekat pom bensin. Setelah itu aku langsung meluncur ke pasar besar Mojokerto untuk membeli jagung dan bahan-bahan lainnya. Alhamdulillah semua yang kucari dapat kutemukan dengan relatif mudah.
###
Sementara itu, seorang bocah usia 8 tahun Cicero Ahmad namanya, putraku, dengan bergegas melompat dari ranjang tidurnya. Sedikit kebingungan, dia tengok kanan tengok kiri. Sepertinya dia hendak mencari sesuatu.
“ummi,, ummi…..!!!” teriak dia. Sesosok ibu yang dia panggil tidak kunjung tiba.
“ummi,, ummi…..!!!” sekali lagi dia berteriak. Keningnya basah. Dia berkeringat. Dia terus memanggil-manggil ibunya hingga nafasnya ngos-ngosan dan suaranya parau.
“Ada apa sayangku, ada apa? Apakah kamu mimpi buruk?” Ibu yang dinanti bocah kecil itu datang dan langsung memeluk erat sembari membelai kening basah putranya tersebut yang baru saja terbangun dari tidurnya.
“Ummi, terompet! Cero minta dibelikan terompet!”…
“Sayangku, ada apa gerangan kok tiba-tiba kamu minta dibelikan terompet? Memangnya kamu mimpi apa? Mimpi mainan terompet, gitu?” tukas sang ibu.
“Cero ngga mimpi mainan terompet, ummii….., memangnya setiap mimpi harus terwujud? Apa kalo cero mimpi naik pesawat terus ummi mau membelikan pesawat untuk cero?”
“Subhanallah…anakkku sayang, yaa bukan begitu…kok tumben-tumbennya, baru bangun tidur langsung minta dibelikan terompet!!
“Habisnya, ummi sih…masak minta dibelikan terompet kok dikaitkan dengan mimpi!!
“Iyya..iyya..anakku yang pinter! Setiap orang berhak untuk mimpi, bahkan harus punya impian, karena impian tersebut akan menuntun pemiliknya kearah tujuan hidupnya. Tidak punya impian berarti tidak punya tujuan hidup. Kalau sudah begitu maka hidupnya akan sia-sia. Lha…tapi perlu diingat, terwujudnya impian bergantung seberapa serius kita mengusahakannya, dan…..”
“takdir Allah!!”
“Yup, betul sayang….Kalo ingin Jadi anak pinter, harus giat belajar dan tentu diiringi selalu berdoa kepada Allah agar dibukakan pintu ilmu-Nya, mudah meraihnya dan sesantiasa ditambah ilmu kita setiap hari…!!”
“Iyya Ummi…tapi kapan cero dibelikan terompetnya?”
“Habis ini cero mandi dulu, terus kita sholat jamaah ashar dulu, baru kita beli terompetnya… tapi tunggu abi pulang yaa, abi masih ke kota membelikan obat untuk mbah uyut (bc= buyut, yaitu nenekku)”
###
Deru motor memasuki pelataran rumah memecah derasnya hujan. Genangan air disekitar rumah menambah gemericiknya suara ketika dilewati roda motor. Genangan air ini adalah pemandangan lumrah setiap hujan turun dengan lebat. Sebenarnya didepan rumah ada selokan, tapi tidak bisa berfungsi dengan optimal. Air tidak bisa mengalir dengan leluasa akibat bangunan tetangga yang menutupi selokan depan rumahnya. Dan celakanya, pelataran rumahku adalah area yang paling rendah dibanding tetangga kanan kiriku. Jadinya, setiap ada hujan deras, rumahku menjadi pelanggan tetap banjir lokal.  
“Ummi, ummi, abi pulang…abi datang ummi” teriak cero.
“Assalamu ‘alaikum”.
“Wa alaikum salam warahmatullah” jawab serentak istri dan anakku.
“Abi, basah yaa…!? Ayo mandi dulu abi, sudah saya siapkan air hangat untuk mandi” tawar istriku.
“Iyya ummi..sebentar dulu” jawabku.
“Cero, anak abi yang baik, cero sudah mandi belum?” tanyaku sambil mengusap kepalanya.
“Sudah abi, barusan saja cero mandinya. Abi, abi lekas mandi, terus kita beli terompet ke kota!” jawab anakku.
“Terompet? Untuk apa sayang terompet itu? Katanya nanti mau bakar jagung bersama, ini sudah abi belikan” tanyaku keheranan.
“Abi, nanti malam kan malam tahun baru, kalau tidak beli terompet tahun barunya tidak sah”
“Lhoh, kata siapa sayang tidak sah?” aku tambah terheran-heran. Gimana bisa, terompet menjadi penentu sah tidaknya tahun baru.
“Kata ustad Amin, Abi. Kemarin, ustad Amin bilang kalau nanti di akhir zaman terompet akan dibunyikan oleh malaikat Isrofil sebagai tanda berakhirnya tahun dunia dan berganti tahun akhirat. Lha…, itukan berarti untuk menandai berakhirnya tahun lama berganti dengan tahun yang baru maka harus dibunyikan terompet, seperti yang dilakukan malaikat Isrofil itu, Abi! ” urai anakku panjang lebar.
“Subhanallah, anakku memang pinter. Sini, duduk disamping Abi” ajakku.
“Cero sayang, yang dibilang ustad Amin itu memang benar. Jadi, tugas malaikat Isrofil itu adalah meniup terompet sebagai tanda berakhirnya kehidupan di dunia dan akan digantikan dengan kehidupan akhirat. Tapi cero harus ingat, itu adalah tugas, dan hanya dilakukan malaikat Isrofil, makhluk lain tidak ada yang melakukannya. Sama seperti dalam permainan sepak bola, hanya wasit saja yang boleh meniup peluit, karena memang itu tugasnya, selain wasit maka tidak boleh meniup peluit apalagi menyulut petasan”.
“Sayang, memang semua hal baru itu tentu harus ada penanda pergantiannya. Dulu ketika kamu lulus TK dan masuk SD maka ditandai dengan seragam baru warna merah putih. Ketika malam berganti pagi maka ditandai dengan cerahnya langit oleh sinar sang mentari yang sebelumnya gelap. Namun semua tanda tersebut harus benar-benar berfungsi menunjukkan hal yang baru tersebut”.
“Coba Abi mau tanya ke cero, disekolah cero kan kalau masuk kelas ditandai dengan bunyi lonceng, betul begitu sayang?”
“Benar Abi, Pak Gito yang biasanya memukul lonceng. Suaranya keras sekali Abi.”
“Iyya. Terus kalau yang biasa lewat depan rumah kan juga biasanya terdengar bunyi lonceng, apakah itu berarti cero waktunya masuk kelas?”
“yaaa…enggaklah Abi, itu kan bunyi dari cak Salik, penjual es”
“Begitulah sayang, sebuah tanda itu harus sesuai dengan fungsinya masing-masing. Bunyi terompet itu bukan tanda masuknya tahun baru, tapi hanya sekadar kemeriahan menyambut datangnya tahun baru”
“Oww…tapi kenapa tahun baru harus disambut dengan meriah, Abi?” Tanya anakku dengan antusias.
“Enggak harus sayang, tidak ada yang mengharuskan. Justru seharusnya, momen tahun baru itu adalah saat yang baik untuk menata kembali impian kita. Misalnya, cero kan katanya setelah lulus SD mau masuk pesantren modern sama seperti ummi, lha di tahun baru ini harus dimanfaatkan oleh cero untuk mengecek kesiapan cero. Bagaimana dengan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris cero, apakah sudah mengalami kemajuan pesat atau masih sama seperti yang lalu-lalu?. Terus setelah itu dibuat program belajar untuk satu tahun kedepan dalam rangka menggenjot kemampuan berbahasa, Arab dan Inggris. Karena kemampuan itulah modal utama untuk bisa diterima di pesantren modernnya ummi dulu”.
“Oww..gitu yaa Abi, jadi terompetnya gimana sekarang?” harap anakku.
“Kalau cero ingin terompet, yaa nanti setelah sholat maghrib berjamaah kita beli sama-sama dengan ummi. Tapi, dengan atau tanpa bunyi terompet, tetap besok akan kita masuki tahun baru”
“Iyya abi, abi sekarang mandi dulu, itu bibirnya bergetar sejak tadi karena kedinginan” pinta istriku.
“Abi mandi dulu, cero dan ummi bersiap sholat maghrib yaa….!!”
###
Setelah adzan maghrib selesai dikumandangkan oleh pak Joko melalui speaker masjid dekat rumah, kami bertiga terus sholat berjamaah dirumah karena memang hujan masih turun rintik-rintik. Selesai sholat terus dilanjut dzikir dan berdoa. Aku lirik kebelakang, tampak olehku cero tertidur pulas dalam pangkuan umminya. Seorang bocah kecil, yang sebelumnya sangat bersemangat untuk membeli terompet dan akan membakar jagung bersama untuk menyambut datangnya tahun baru, sekarang sudah lupa akan semuanya itu, tinggi melayang inginnya hingga akhirnya terjerembab dalam buaian mimpi tidurnya.
Aku sempat berfikir, apakah pemimpin bangsa ini sama seperti cero. Diawal menjadi calon hingga awal-awal menjadi pemimpin sungguh sangat bersemangat mengajukan berbagai rancangan ingin untuk membangun bangsa yang lebih baik, tapi pada akhirnya akan kelelahan, tidur pulas dalam buaian kekuasaan dan melupakan ucapannya sendiri. Ahh…
Met tidur anakku sayang. Selamat tahun baru, sayang. Doa Abi dan Ummi senantiasa menyertaimu.